Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses mengisyaratkan
bahwa dalam proses pembelajaran, seorang guru seyogyanya dapat memperhatikan
karakteristik siswanya. Karakteristiktik siswa sesungguhnya memiliki cakupan
yang luas. Salah satu karakteristik siswa yang perlu diperhatikan guru dan akan
mewarnai terhadap efektivitas belajar dan pembelajaran yaitu berkenaan
dengan gaya belajar siswa.
Secara sederhana, gaya belajar siswa atau student learning style
dapat diartikan sebagai karakteristik kognitif, afektif, dan perilaku
psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia memahami sesuatu, berinteraksi
dan merespons lingkungan belajarnya, yang bersifat unik dan relatif
stabil.
Dalam berbagai literatur tentang belajar dan pembelajaran, kita
akan menjumpai sejumlah konsep tentang gaya belajar siswa, dan salah satunya
adalah gaya belajar sebagaimana dikemukakan oleh David Kolb, salah seorang ahli
pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori belajar “Experiential
Learning” .
Kolb mengklasifikasikan Gaya Belajar Siswa ke dalam empat
kecenderungan utama yaitu:
- Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
- Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.
- Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan (watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari berbagai segi.
- Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing), cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan
Selanjutnya Kolb mengemukakan, bahwa setiap individu tidak didominasi
oleh satu gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk
kombinasi dan konfigurasi gaya belajar tertentu, yang
diklasifikasikannya ke dalam 4 (empat) tipe:
Tipe 1. Diverger.
Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan
Reflective Observation (RO), atau dengan kata lain kombinasi dari
perasaan (feeling) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Diverger
memiliki keunggulan dalam kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari
banyak sudut pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi sesuatu
yang bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan
bukan “bertindak”. Siswa seperti ini menyukai tugas belajar yang
menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan gemar mengumpulkan berbagai
informasi, menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu
sosial lainnya. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “Why?”. Peran dan fungsi
guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai Motivator.
Tipe 2. Assimilator.
Tipe kedua ini perpaduan antara Abstract Conceptualization
(AC) dan Reflective Observation (RO) atau dengan kata lain
kombinasi dari pemikiran (thinking) dan pengamatan (watching). Siswa
dengan tipe Assimilator memiliki keunggulan dalam memahami dan merespons
berbagai sajian informasi serta mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu
format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya siswa tipe ini
cenderung lebih teoritis, lebih menyukai bekerja dengan ide serta konsep yang
abstrak, daripada bekerja dengan orang. Mata pelajaran yang yang
diminatinya adalah bidang sains dan matematika. Mereka biasanya lebih
banyak bertanya “What?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk
menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Expert.
Tipe 3. Converger.
Tipe ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC)
dan Reflective Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi
dari berfikir (thinking) dan berbuat (doing). Siswa mampu merespons terhadap
berbagai peluang dan mampu bekerja secara aktif dalam setiap tugas
yang terdefinisikan secara baik. Siswa gemar belajar bila
menghadapi soal dengan jawaban yang pasti, dan segera berusaha mencari
jawaban yang tepat. Dia mau belajar secara trial and error hanya dalam
lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari kegagalan.
Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis
dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih
menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak emosional dan
lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada manusia, masalah
sosial atau hubungan antar pribadi.
Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik.
Mereka biasanya lebih banyak bertanya “How?”. Peran dan fungsi guru yang
cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Coach, yang
dapat menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik
yang tepat.
Tipe 4. Accomodator
Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan
Active Experimentation (AE) atau dengan kata lain kombinasi antara
merasakan (feeling) dengan berbuat (doing). Siswa tipe ini senang
mengaplikasikan materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan
berbagai masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki
kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya
sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai
pengalaman baru yang menantang. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya
mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan/informasi) dibanding
analisa teknis. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan
hati daripada berdasarkan analisa logis, sering menggunakan trial and
error dalam memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila
ada teori yang tidak sesuai dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata
pelajaran yang disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan
teknik.
Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What if?”. Peran dan
fungsi guru dalam berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha
menghadapkan siswa pada “open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa
untuk mempelajari dan menggali sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan
Metode Problem-Based Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa
tipe yang keempat ini.
sumber : Akhmadsudrajat.wordpess.com
0 komentar:
Posting Komentar